Batam, 2 Juli 2025 – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) Kepulauan Riau, Edison Manik, turut serta dalam Konsultasi Publik Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Acara penting yang juga menjadi agenda kunjungan kerja Komisi XIII DPR RI dalam fungsi legislasi ini berlangsung di Aula Gedung Pemerintah Kota Batam. Rapat konsultasi publik ini dihadiri oleh Komisi XIII DPR RI, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Wali Kota Batam, Polda Kepulauan Riau, BNN Provinsi Kepulauan Riau, Pengadilan Negeri Batam, Kejaksaan Negeri Batam, perwakilan LBH se-Kepulauan Riau, serta universitas di Kota Batam.
Dalam sambutannya, Ketua LPSK Brigjen Pol (Purn) Achmadi menekankan pentingnya perubahan UU ini untuk memperkuat perlindungan terhadap saksi dan korban, serta peran strategis LPSK dalam sistem peradilan pidana. Ia juga menyoroti peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan tersebut. Ketua Tim Kerja sekaligus Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyebutkan bahwa sistem perlindungan saksi dan korban di Indonesia masih dalam tahap transisi. Menurutnya, ketidakseimbangan antara regulasi normatif dan realita di lapangan menjadi hambatan utama dalam pemenuhan hak korban secara utuh.
Pada kesempatan ini, Kepala Kanwil Kemenkum Kepulauan Riau, Edison Manik, memberikan masukan dan saran langsung terkait RUU Perlindungan Saksi dan Korban. Masukan yang disampaikannya meliputi beberapa poin krusial, seperti pentingnya harmonisasi antara RUU ini dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Ia juga menyoroti keterbatasan pemberian kompensasi kepada korban kejahatan, khususnya kekerasan berat seperti terorisme, perdagangan orang, dan kekerasan seksual, yang masih sangat bergantung pada putusan pengadilan dan seringkali terkendala oleh ketidakmampuan pelaku membayar. Oleh karena itu, pembentukan "Victim Trust Fund" dinilai sangat diperlukan untuk menjamin akses cepat kepada korban tanpa harus menunggu proses pengadilan selesai, memastikan hak korban atas pemulihan, serta mendorong pendekatan keadilan restoratif. Selain itu, Edison Manik menekankan pentingnya jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban yang berbanding terbalik dengan pelaku yang masih diberikan grasi, remisi, amnesti, dan abolisi. Terakhir, ia menyarankan penggunaan kata "pelindungan" daripada "perlindungan" karena lebih tepat secara tata bahasa untuk menekankan pada tindakan melindungi, sesuai dengan kaidah bahasa peraturan perundang-undangan. Masukan yang disampaikan oleh Kepala Kanwil Kemenkum Kepulauan Riau ini mendapatkan apresiasi dari Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya.