
Tanjungpinang, 31 Oktober 2025 — Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kepulauan Riau mengikuti kegiatan Uji Publik Rancangan Undang-Undang tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan secara daring melalui platform konferensi virtual.
Kegiatan ini diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan, antara lain perwakilan lembaga pemerintah, akademisi, praktisi hukum, aparat penegak hukum, lembaga swadaya masyarakat, serta masyarakat umum yang memiliki perhatian terhadap isu hukum dan hak asasi manusia. Uji publik ini merupakan bagian dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menjaring masukan dan aspirasi publik terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tengah disusun pemerintah, khususnya terkait prinsip pelaksanaan pidana mati yang selaras dengan nilai-nilai hak asasi manusia, keadilan, dan kemanusiaan.
Kegiatan dibuka dengan laporan oleh Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Sistem Informasi, Dr. Heribertus Jaka Triyana, S.H., LL.M., M.A. Dalam laporannya, beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi wadah akademik sekaligus konsultatif yang memberikan ruang bagi para pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, untuk memahami substansi dan dampak penerapan RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Melalui forum ini, diharapkan lahir pemahaman komprehensif mengenai konsekuensi yuridis dan sosial dari implementasi pidana mati dalam sistem hukum Indonesia.
Selanjutnya, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Dr. Dhahana Putra, Bc.I.P., S.H., M.Si., menyampaikan sambutan sekaligus membuka kegiatan secara resmi. Dalam arahannya, beliau menegaskan bahwa penyusunan RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati merupakan amanat langsung dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang baru, sebagai langkah strategis untuk memastikan pelaksanaan pidana mati berjalan sesuai prinsip hukum, kemanusiaan, dan hak asasi manusia.
“Pemerintah tengah mengawal dua rancangan undang-undang penting yang saling berkaitan, yakni RUU tentang Penyesuaian Pidana dan RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Keduanya menjadi bagian integral dari pembaruan hukum pidana nasional yang lebih modern, humanis, dan demokratis,” ungkap Dhahana.
Sesi diskusi dilanjutkan dengan paparan dari sejumlah narasumber. Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum. membuka sesi dengan catatan kritis terhadap beberapa rumusan dalam RUU, menekankan pentingnya kejelasan norma dan konsistensi antar pasal agar tidak menimbulkan ambiguitas penerapan hukum.
Selanjutnya, Dr. Supriyadi, S.H., M.Hum. mengulas aspek teknis pelaksanaan pidana mati, mulai dari masa percobaan bagi terpidana, mekanisme pelaksanaan bagi anggota militer, hingga hak-hak terpidana dalam setiap tahapan. Ia menyoroti perlunya jaminan kepastian hukum sekaligus perlindungan hak asasi bagi setiap individu yang terlibat dalam proses hukum pidana mati.
Paparan berikutnya disampaikan oleh Muhammad Fatahillah Akbar, yang menjelaskan arah kebijakan hukum pidana nasional pasca-berlakunya KUHP baru. Ia menekankan pentingnya keselarasan antara asas lex favor reo dan ketentuan masa percobaan dalam pelaksanaan pidana mati, sekaligus peran penasihat hukum dalam menjamin hak konstitusional terpidana.
Kegiatan ditutup dengan sesi diskusi interaktif antara narasumber, peserta, dan kalangan akademisi. Para peserta secara aktif menyampaikan pandangan dan rekomendasi konstruktif terhadap substansi RUU, mencerminkan kepedulian publik terhadap penguatan sistem hukum pidana Indonesia yang berkeadilan dan menghormati nilai kemanusiaan.






















 Hubungi Kami
			                Hubungi Kami					     
						          

